Artikel

Selasa, 07 Juni 2011

pencatatan perkawinan dan perwakafan


1.Apa urgensi dari pada pencatatan perkawinan dan perwakafan, dan apa landasan yuridisnya!!??
Urgensi dari pada pencatatan perkawinan dapat kita lihat dari aspek penjagaan terhadap kaum perempuan dan anak, sebagaimana kita ketahui tujuan daripada pencatatan itu adalah agar kaum wanita dan anak-anak akan terhindar dari hal-hal seperti dibawah ini:

a. Perkawinan Dianggap tidak Sah, Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.

b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu. Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu  Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan).

c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.
Adapun landasan yuridis daripada pencatatatan perkawinan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Selanjutnya mengenai urgensi pencatatan wakaf adalah:
Wakaf ini perlu dicatat agar supaya:
Perwakafan dapat dapat tertib administrasi
Dapat menghindarkan potensi sengketa dikemudian hari
 Dapat menghindarkan perubahan peruntukkan wakaf oleh nazhir dikemudian hari
Adapun mengenai landasan hukum dari pada pencatatan wakaf tidaklah secara eksplisit disebutkan baik dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, penjelasan tentang undang-undang tersebut, maupun dalam PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang No. 41 Tahun 2004. Namun dalam pasal 21 ayat (1) dan (2), disana diatur tentang ikrar wakaf dan apa saja yang harus tercantum dalam ikrar tersebut. Selain itu pada PP No. 42 Tahun 2006 pasal 3 ayat (1) dan (2) disana dikatakan bahwa harta benda wakaf harus didaftarkan. Kedua pasal ini mengindikasikan tentang pencatatan wakaf untuk mencapai tertib administrasi perwakafan.
2.      Bagaimana menyelesaikan perkara perkawinan yang tidak dicatat??
Dalam kasus perkawinan yang tidak dicatat, bila pasangan tersebut telah mendaftarkan perkawinannya namun belum mendapatkan buyku nikah maka pasangan tersebut dapat meminta buku kutipan nikah ke KUA setempat, adapun mengenai pasangan yang belumsama sekali mendaftarkan pernikahannya mereka harus mengajukan istbat nikah kepengadilan agama.
3.  Bagaimana prosedur pendaftaran perkawinan dan perwakafan menurut undang-undang yang berlaku??
Prosedur pendaftaran perkawinan adalah sebagai beriku:
  1. Calon pengantin datang ke KUA untuk mengisi formulir pendaftaran nikah yang disediakan oleh KUA kecamatan se-tempat.
  2. Waktu pendaftaran minimal 10 hari sebelum menikah.
  3. Membawa surat keterangan untuk nikah (model N1), Surat keterangan asal-usul (model N2), Surat persetujuan mempelai (model N3), surat keterangan tentang orang tua (model N4), dan surat pemberitahuan kehendak nikah (model N7) dari Kantor Desa/Kelurahan setempat.
  4. Membawa bukti imunisasi TT I bagi calon pengantin wanita dari Puskesmas/Rumah Sakit setempat.
  5. Membawa:
    • surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orangtua/wali (bagi yang belum berusia 21 tahun);
    • pas photo ukuran 2×3 sebanyak 3 lembar;
    • dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum berumur 16 tahun;
    • surat izin dari atasan/kesatuan jika calon pengantin adalah anggota TNI/POLRI;
    • surat izin pengadilan bagi suami yang hendak berisitri lebih dari seorang;
    • akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989;
    • akta kematian atau surat keterangan kematian suami/isteri yang ditandatangi oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat berwenang yang menjadi dasar pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan menikah, serta surat ganti nama bagi warga negara Indonesia keturunan.
  6. Calon pengantin wajib mengikuti kursus calon pengantin (suscatin);
  7. pelaksanaan akad nikah dipimpin oleh pegawai pencatat nikah/penghulu.
  8. PPN/penghulu menyerahkan buku kutipan akta nikah kepada calon pengantin sesaat setelah akad nikah.
  9. membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp. 30.000,- sesuai dengan PP No.47 tahun 2004.
     Prosedur pendaftaran wakaf 
      1. Wakif datang sendiri ke PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf didepan PPAIW dan nazhir
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b. Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
                     d. Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat
    3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, meneliti saksi lalu kemudian menentukan susunan nazhir. setelah terpenuhi itu semua barulah PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.
      4. Selanjutnya barulah PPAIW mendaftarkn harta benda wakaf, atas nama nazhir, tersebut kepada instansi yang bersangkutan (badan pertanahan nasional atau BWI atau instansi lain yang berkaitan dengan tugas pokoknya) paling lambat 7 hari setelah dibuatnya akta ikrar wakaf
6.      Baru kemudian instansi terkait menerbitkan bukti pendaftaran untuk selanjutnya diserahkan oleh PPAIW kepada nazhir.

4.Apa urgensi wakaf tunai dan wakaf produktif?, dan apa hubungannya dengan uu nomor 41 tahun 2004??
Wakaf  tunai adalah wakaf dengan cara mewakafkan uang untuk dijasikan modal usaha(modal produjtif) yang merupakan salah satu bagian atau instrumen dari pada wakaf produktif. Adapun urgensinya adalah, Dengan Wakaf produktif dapat tercipta aset wakaf yang benilai ekonomis, karena sesungguhnya wakaf akan dapat memenuhi tujuannya jika wakaf itu telah menghasilkan, dimama hasilnya itulah yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya (mauquf alaih). Dimana hasil dari wakaf ini tai dapat didaya gunakan untuk usaha produktif seperti perdagangan, investasi dibidang pertanian, pertambangan dan industri yang mana hasil dai kegiatan ekonomi itu nanti digunakan untuk kesejahteraan masyarakat banyak dan membangun infrastruktur untuk umat.

Adapun kaitannya dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf adalah kemunculan Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf ini adalah titik terang perwakafan di Indonesia. Menurut undang-undang ini secara surat telah membagi harta benda wakaf kepada benda wakaf bergerak dan tidak bergerak. Benda tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, tanaman, satuan rumah susun dll. Sedangkan benda wakaf bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dll. (pasal 16). Adapun Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Jadi menurut undang-undang ini secara tersirat arti produktif adalah pengelolalaan harta wakaf sehingga dapat memproduksi sesuai untuk mencapai tujuan wakaf, baik benda tidak bergerak maupun benda bergerak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar