Artikel

Minggu, 04 Desember 2011

DALIL-DALIL TENTANG SUNNAH MENGAKHIRKAN SHOLAT 'ISYA


Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
“Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu sebagian besar malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat. Beliau bersabda: “Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim no. 638)
Dari Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَخِّرُ صَلَاةَ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengakhirkan shalat isya.” (HR. Muslim no. 643)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أَعْتَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعِشَاءِ حَتَّى نَادَاهُ عُمَرُ: الصَّلاَةُ، نَامَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ. فَخَرَجَ فَقَالَ: مَا يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ غَيْرُكُمْ. قَالَ: وَلاَ يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلاَّ بِالْمَدِيْنَةِ، وَكاَنُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ
“Rasulullah mengakhirkan shalat isya hingga malam sangat gelap sampai akhirnya Umar menyeru beliau, “Shalat. Para wanita dan anak-anak telah tertidur.” Beliau akhirnya keluar seraya bersabda, “Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini kecuali kalian.” Rawi berkata, “Tidak dikerjakan shalat isya dengan cara berjamaah pada waktu itu kecuali di Madinah. Nabi beserta para sahabatnya menunaikan shalat isya tersebut pada waktu antara tenggelamnya syafaq sampai sepertiga malam yang awal.” (HR. Al-Bukhari no. 569 dan Muslim no. 1441)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu dia berkata:
أَبْقَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ الْعَتَمَةِ، فَأَخَّرَ حَتَّى ظَنَّ الظَّانُّ أَنَّهُ لَيْسَ بِخَارِجٍ، وَالْقَائِلُ مِنَّا يَقُوْلُ: صَلَّى. فَإِنَّا لَكَذَلِكَ حَتَّى خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا لَهُ كَماَ قَالُوْا. فَقَالَ لَهُمْ: أَعْتِمُوْا بِهَذِهِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّكُمْ قَدْ فَضَّلْتُمْ بِهَا عَلَى سَائِرِ الْأُمَمِ وَلَمْ تُصَلِّهَا أُمَّةٌ قَبْلَكُمْ
“Kami menanti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat isya (‘atamah), ternyata beliau mengakhirkannya hingga seseorang menyangka beliau tidak akan keluar (dari rumahnya). Seseorang di antara kami berkata, “Beliau telah shalat.” Maka kami terus dalam keadaan demikian hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, lalu para sahabat pun menyampaikan kepada beliau apa yang mereka ucapkan. Beliau bersabda kepada mereka, “Kerjakanlah shalat isya ini di waktu malam yang sangat gelap (akhir malam) karena sungguh kalian telah diberi keutamaan dengan shalat ini di atas seluruh umat. Dan tidak ada satu umat sebelum kalian yang mengerjakannya.” (HR. Abu Dawud no. 421 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Penjelasan ringkas:
Hukum asal dari shalat-shalat lima waktu adalah dikerjakan di awal waktunya masing-masing. Kecuali shalat isya, karena adany dalil-dalil yang tegas menunjukkan disunnahkannya untuk mengerjakan shalat isya di akhir malam. Walaupun demikian, Rasulullah  tidaklah mengharuskan umatnya untuk terus mengerjakannya di akhir waktu disebabkan adanya kesulitan. Dalam pelaksanaan shalat isya berjamaah di masjid, beliau melihat jumlah orang-orang yang berkumpul di masjid untuk shalat, sedikit atau banyak. Sehingga terkadang beliau menyegerakan shalat isya dan terkadang mengakhirkannya. Bila beliau melihat para makmum telah berkumpul di awal waktu maka beliau mengerjakannya dengan segera. Namun bila belum berkumpul beliau pun mengakhirkannya.
Hal ini ditunjukkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ia mengabarkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالْهَاجِرَةِ وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ، كَانَ إِذَا رَآهُمْ قَدِ اجْتَمَعُوْا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَأُوْا أَخَّرَ …
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat zhuhur di waktu yang sangat panas di tengah hari, shalat ashar dalam keadaan matahari masih putih bersih, shalat maghrib saat matahari telah tenggelam dan shalat isya terkadang beliau mengakhirkannya, terkadang pula menyegerakannya. Apabila beliau melihat mereka (para sahabatnya/jamaah isya) telah berkumpul (di masjid) beliau pun menyegerakan pelaksanaan shalat isya, namun bila beliau melihat mereka terlambat berkumpulnya, beliau pun mengakhirkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 565 dan Muslim no. 1458)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata, “Yang afdhal/utama bagi para wanita yang shalat di rumah-rumah mereka adalah mengakhirkan pelaksanaan shalat isya, jika memang hal itu mudah dilakukan.” (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116)
Bila ada yang bertanya, “Manakah yang lebih utama, mengakhirkan shalat isya sendirian atau melaksanakannya secara berjamaah walaupun di awal waktu?” Jawabannya, kata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, adalah shalat bersama jamaah lebih utama. Karena hukum berjamaah ini wajib (bagi lelaki), sementara mengakhirkan shalat isya hukumnya mustahab. Jadi tidak mungkin mengutamakan yang mustahab daripada yang wajib. (Asy-Syarhul Mumti’ 2/116, 117)

[Penjelasan ringkas ini di muat ulang http://al-atsariyyah.com/kirim-pertanyaan yg mengutip dari: http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1349]

Selasa, 13 September 2011

Hukum antar golongan hukum antar agama


HAG
Hukum Antar Golongan (HAG)
 Adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan hukum manakah yang berlaku, dalam hubungan hukum antara warga negara dalam satu negara, memperlihatkan titik pertalian dengan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa pribadi dan soal Misalnya; dalam masa Hindia Belanda; terdapat golongan pendudukn Indonesia; ada perbedaan golongan penduduk dengan peraturan hukum yang berbeda.

Penggolongan Penduduk Masa Hindia Belanda:
Berdasarkan pasal 163 IS bahwa penduduk hindia belanda, dibagi menjadi:
Golongan Eropha, yaitu orang-orang belanda dan eropha yang buka belanda, bagi mereka berlaku BW, Golongan Timur Asing, yang dibagi menjadi golongan Tionghoa yaitu Cina berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan adopsi; dan non Tionghoa seperti Arab, Pakistan dll.berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan kewarisan, Golongan pribumi yaitu penduduk hindia belanda (Indonesia) asli, berlaku bagi mereka hokum adat.

Hukum Antar Agama (HAA) termasuk dalam Hukum Antar Golongan Mislanya GHR (Gemende Huwelijken Regeling/ Regeling op de Gemende Huwelijken) peraturan perkawinan beda agama
Hukum Antar Agama (HAA) termasuk dalam Hukum Antar Golongan Mislanya GHR (Gemende Huwelijken Regeling/ Regeling op de Gemende Huwelijken) peraturan perkawinan beda agama

Referensi:
Buku Sri Wahyuni

Sabtu, 02 Juli 2011

Riba (2): Pendapat mengenai riba bank


Pendapat-Pendapat Yang Muncul Mengenai Riba Dalam Bank Konvensional
Hingga dewasa ini di dunia islam masih di rasakan perlu pembicarakan masalah perbankan yang berlaku di dunia yang menggunakan system bunga. Hal ini dirasakan wajar mengingat para ulama dalam menghadapi bunga bank ini berbeda pendapat, baik perbedaan itu kontroversional (bertentangan) maupun penyimpanan. Pada garis besarnya para ulama terbagi menjadi 3 bagian dalam menghadapi masalah bunga perbankan ini yaitu : Kelompok yang menganggap haram. Menurut Muhammad Abu Zahrah Abul A’la Al Maudud, Muhammad Abdul Al Arzbi dan Muhammad Nejatullah Shidiqi adalah kelompok yang mengharamkan bunga bank yang mengambilnya (bagi penyimpan uang di bank) maupun bagi yang mengeluarkannya (peminjam uang dibank).
Alasan-alasan bunga diharamkan menurut nejatullah shidiqi adalah sebagi berikut :
Bunga bersifat menindas (dzalim) yang menyangkut pemerasan, dalam pinjaman konsumtif seharusnya lemah (kekurangan) ditolong oleh yang kuat (mampu) tetapi dengan bunga pada awalnya orang lemah ditolong kemudian diharuskan membayar bunga, itu tidak ditolong, tetapi memeras.
Bunga memindahkan kekayaan orang miskin kepada orang kaya yang kemudian seperti menciptakan ketidak seimbangan kekayaan. Bunga dapat menciptakan kondisi manusia penyagur yaitu para penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari bunga-bunga modalnya sehingga mereka tidak lagi bekerja untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Kelompok yang menganggap subhat Menurut Mustafa Ahmad Al Zarga merupakan salah seorang guru besar hukum islam dan perdata Univarsitas Suriah berpendapat sebagai berikut: System perbankan yang berlaku hingga kini dapat diterima dengan suatu penyimpangan yang bersifat sementara. Dengan kata lain system perbankan merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat di hindari sehingga umat islam dibolehkan bermuamalah atas dasar pertimbangan darurat, tetapi umat islam berusaha mencari jalan keluar.
Pengertian riba dibatasi hanya mengenai praktek-praktik riba dikalangan arab jahiliyah yaitu yang benar-benar merupakan suatu pemerasan bagi orang-orang mampu ( kaya) terhadap orang-orang miskin dalam utang piutang yang bersifat konsumtif, buka utang-utang yang bersifat produktif.
Bank-bank dirasionalisasi sehingga menjadi perusahaan Negara yang akan menghilangkan unsure-unsur eksploitasi, sekalipun bank Negara mengambil bunga sebagai keuntungan, kegunaan bukan untuk orang-orang tertentu melainkan akan menjadi kekayaan Negara yang akan digunakan untuk kepentingan umum.
Ulama muhammadiyah dalam mu’tamar tanjih di Sidoarjo jawa timur tahun 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank-bank milik Negara kepada para nasabahnya dan sebaliknya termasuk masalah mustabihat. Masalah mustabihat adalah perkara yang belum ditemukan kejelasannya hukum halal atau haramnya, sebab mengandung unsure-unsur yang mungkin dapat disimpulkan sebagai perkara yang haram. Namun ditinjau dari segi yang lain ada pula unsure-unsur lain yang meringankan keharamannya. Di pihak lain bunga masih termasuk riba sebab merupakan tambahan dari pinjaman pokok. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi disisi lain bunga yang relative kecil itu bukan merupakan keuntungan perorangan, melainkan keuntungan yang digunakan untuk kepentingan umum. Pertimbangan besar kecilnyabunga dan segi penggunaannya dirasakan agak meringankan sifat larangan riba yang unsure utamanya adalah pemerasan dari orang orang kaya terhadap orang orang miskin, meskipun bunga bank dianggap musytabihat tidak berarti umat islam diberikan kebebasan untuk mengembangkan bunga. Nabi saw memerintahkan umat islam hati-hati terhadap perkara syubhat dengan cara menjauhkan.
Menurut A. hasan pendapat yang menghalalkan pengambilan atau pembayaran bunga oleh bank yang ada dewasa ini, baik bank Negara maupun bank swasta. Pendapat ini dipelopori oleh a hasan yang juga di kenal dengan haram bandung meskipun sudah bertahun-tahun tinggal dipesantren bangil (persi) alas an yang di gunakan adalah firman Allah SWT
Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda (Ali Imran : 130)
Jadi yang termasuk riba menurut A Hassan adalah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, itu tidak berlipat ganda sehingga tidak termasuk riba
yang diharamkan olehagama Islam
Kontroversi riba dalam Bank Konvensional Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup dimasyarakat. Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional merupakan suatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu, namun wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba. Walaupun al quran dan hadist sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba hukumnya haram. Seperti yang di sebutkan dalam Al Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Qs. Al Baqarah (2) : 278-279) 

Senin, 27 Juni 2011

Situs jejaring selain fb yg hasilin uang

ini situs beda ama situs jejaring yg laen...
disitus jejaring ini, tiap kali kita browsing entah itu artikel atau apa aja kita bakalan dibayar..
ampe $25 brooo.... lumaya hehe
yu cobai aja daftar trus browsing...
klik link nyan nie..http://www.klikot.com/en/SignUp.aspx?advertiser_id=1560601 trus coba daftar deh...
kita buktiin sama2.....^_~

Kamis, 16 Juni 2011

membuat aquarium mini gratizan


Sebenarnya materi ini dah agak kuno, tapi gak papa klo buat share skalian nginget masa PPL Laksana waktu SMA dulu... hehehe ^_^.
Ini tentang ggimana membuat akuarium mini dari lampu neon, hitung buat ngibur or ngbuat maenan buat adek kecil (bagi yg punya) biar gak rewel, pa lagi klo adeknya suka ma ikan...
so lets go lah....
Bahan yg harus kita punya: 1. lampu neon,  2. pasir,  3. air,  4.ikan kecil (jgn yg gede nti ga' muat),  3. batu kerikil yg dah diwarnain (kerikilnya yg kecil bgt),  5. paku

ok, selanjutnya kita melangkah kepada cara pembuatan akurium mini ini:
langkah pertama, buka salah satu bagian ujung darri lampu neon dengan menggunakan paku, lakukan dengan hati agar neonnya ga' pecah, setelah kebuka salah satu pangakalnyanya, nah selanjutnya langkah kedua, masukkan pasir yg dah disiapin kedalam neon gunanya buat ngebersihin serbuk putih yg ada pada neon (sori asal nyebutnya, coz gak tau si apa namanya), setelah puith dalam neon sudah dibersihkan baru deh di isi air, klo dah di isi air tinggal masukin aja tuh ikan kecil kedalam neon tadi masukin juga tuh kerikil yg dah diwarnain tadi, ja...di deh akuarium mininya.... gampang bgt kan, nah... tinggal maenin imajinasi aja, mo buat yg lebih panjang misalnya, ya tinggal disambung aja, otomatis harus ada bahan tambahan, seperti selang misalnya....
dah segiotu aja deh...
sory klo kesannya basi, mudah2 yg baca ga' pada kesel... hihihihi

Selasa, 07 Juni 2011

pencatatan perkawinan dan perwakafan


1.Apa urgensi dari pada pencatatan perkawinan dan perwakafan, dan apa landasan yuridisnya!!??
Urgensi dari pada pencatatan perkawinan dapat kita lihat dari aspek penjagaan terhadap kaum perempuan dan anak, sebagaimana kita ketahui tujuan daripada pencatatan itu adalah agar kaum wanita dan anak-anak akan terhindar dari hal-hal seperti dibawah ini:

a. Perkawinan Dianggap tidak Sah, Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.

b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu. Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu  Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan).

c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.
Adapun landasan yuridis daripada pencatatatan perkawinan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Selanjutnya mengenai urgensi pencatatan wakaf adalah:
Wakaf ini perlu dicatat agar supaya:
Perwakafan dapat dapat tertib administrasi
Dapat menghindarkan potensi sengketa dikemudian hari
 Dapat menghindarkan perubahan peruntukkan wakaf oleh nazhir dikemudian hari
Adapun mengenai landasan hukum dari pada pencatatan wakaf tidaklah secara eksplisit disebutkan baik dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, penjelasan tentang undang-undang tersebut, maupun dalam PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang No. 41 Tahun 2004. Namun dalam pasal 21 ayat (1) dan (2), disana diatur tentang ikrar wakaf dan apa saja yang harus tercantum dalam ikrar tersebut. Selain itu pada PP No. 42 Tahun 2006 pasal 3 ayat (1) dan (2) disana dikatakan bahwa harta benda wakaf harus didaftarkan. Kedua pasal ini mengindikasikan tentang pencatatan wakaf untuk mencapai tertib administrasi perwakafan.
2.      Bagaimana menyelesaikan perkara perkawinan yang tidak dicatat??
Dalam kasus perkawinan yang tidak dicatat, bila pasangan tersebut telah mendaftarkan perkawinannya namun belum mendapatkan buyku nikah maka pasangan tersebut dapat meminta buku kutipan nikah ke KUA setempat, adapun mengenai pasangan yang belumsama sekali mendaftarkan pernikahannya mereka harus mengajukan istbat nikah kepengadilan agama.
3.  Bagaimana prosedur pendaftaran perkawinan dan perwakafan menurut undang-undang yang berlaku??
Prosedur pendaftaran perkawinan adalah sebagai beriku:
  1. Calon pengantin datang ke KUA untuk mengisi formulir pendaftaran nikah yang disediakan oleh KUA kecamatan se-tempat.
  2. Waktu pendaftaran minimal 10 hari sebelum menikah.
  3. Membawa surat keterangan untuk nikah (model N1), Surat keterangan asal-usul (model N2), Surat persetujuan mempelai (model N3), surat keterangan tentang orang tua (model N4), dan surat pemberitahuan kehendak nikah (model N7) dari Kantor Desa/Kelurahan setempat.
  4. Membawa bukti imunisasi TT I bagi calon pengantin wanita dari Puskesmas/Rumah Sakit setempat.
  5. Membawa:
    • surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orangtua/wali (bagi yang belum berusia 21 tahun);
    • pas photo ukuran 2×3 sebanyak 3 lembar;
    • dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum berumur 16 tahun;
    • surat izin dari atasan/kesatuan jika calon pengantin adalah anggota TNI/POLRI;
    • surat izin pengadilan bagi suami yang hendak berisitri lebih dari seorang;
    • akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989;
    • akta kematian atau surat keterangan kematian suami/isteri yang ditandatangi oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat berwenang yang menjadi dasar pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan menikah, serta surat ganti nama bagi warga negara Indonesia keturunan.
  6. Calon pengantin wajib mengikuti kursus calon pengantin (suscatin);
  7. pelaksanaan akad nikah dipimpin oleh pegawai pencatat nikah/penghulu.
  8. PPN/penghulu menyerahkan buku kutipan akta nikah kepada calon pengantin sesaat setelah akad nikah.
  9. membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp. 30.000,- sesuai dengan PP No.47 tahun 2004.
     Prosedur pendaftaran wakaf 
      1. Wakif datang sendiri ke PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf didepan PPAIW dan nazhir
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b. Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
                     d. Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat
    3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, meneliti saksi lalu kemudian menentukan susunan nazhir. setelah terpenuhi itu semua barulah PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.
      4. Selanjutnya barulah PPAIW mendaftarkn harta benda wakaf, atas nama nazhir, tersebut kepada instansi yang bersangkutan (badan pertanahan nasional atau BWI atau instansi lain yang berkaitan dengan tugas pokoknya) paling lambat 7 hari setelah dibuatnya akta ikrar wakaf
6.      Baru kemudian instansi terkait menerbitkan bukti pendaftaran untuk selanjutnya diserahkan oleh PPAIW kepada nazhir.

4.Apa urgensi wakaf tunai dan wakaf produktif?, dan apa hubungannya dengan uu nomor 41 tahun 2004??
Wakaf  tunai adalah wakaf dengan cara mewakafkan uang untuk dijasikan modal usaha(modal produjtif) yang merupakan salah satu bagian atau instrumen dari pada wakaf produktif. Adapun urgensinya adalah, Dengan Wakaf produktif dapat tercipta aset wakaf yang benilai ekonomis, karena sesungguhnya wakaf akan dapat memenuhi tujuannya jika wakaf itu telah menghasilkan, dimama hasilnya itulah yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya (mauquf alaih). Dimana hasil dari wakaf ini tai dapat didaya gunakan untuk usaha produktif seperti perdagangan, investasi dibidang pertanian, pertambangan dan industri yang mana hasil dai kegiatan ekonomi itu nanti digunakan untuk kesejahteraan masyarakat banyak dan membangun infrastruktur untuk umat.

Adapun kaitannya dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf adalah kemunculan Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf ini adalah titik terang perwakafan di Indonesia. Menurut undang-undang ini secara surat telah membagi harta benda wakaf kepada benda wakaf bergerak dan tidak bergerak. Benda tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, tanaman, satuan rumah susun dll. Sedangkan benda wakaf bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dll. (pasal 16). Adapun Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Jadi menurut undang-undang ini secara tersirat arti produktif adalah pengelolalaan harta wakaf sehingga dapat memproduksi sesuai untuk mencapai tujuan wakaf, baik benda tidak bergerak maupun benda bergerak.